BWI Dorong Wakaf Produktif Secara Komersial
JAKARTA - Badan Wakaf Indonesia (BWI)
mendorong pemanfaatan wakaf secara produktif dengan mengomersialisasi
aset-aset wakaf. Hal tersebut akan menciptakan nilai manfaat lebih besar
dan meningkatkan kontribusi terhadap perekonomian.
Ketua BWI Muhammad Nuh mengatakan, wakaf
produktif sudah mendapatkan fatwa dari Majelis Ulama Indonesia (MUI).
Dengan prinsip, induk tidak boleh berkurang. Hasil dari pemanfaatan
induk bisa dimanfaatkan oleh orang lain.
"Komersial itu larinya untuk mendapatkan
value creation. Nilainya bertambah. Kalau tanah wakaf hanya dipakai
sekolah, tidak signifikan. Tapi kalau untuk sekolah, pertokoan, dan
lainnya maka bisa dipakai untuk membiayai sekolah, masjid, panti asuhan,
dan fakir miskin," kata Nuh kepada wartawan di sela-sela acara Wakaf
Goes to Campus di kampus Universitas Indonesia (UI), Salemba, Jakarta,
Kamis (24/5).
Mantan menteri pendidikan RI tersebut
menjelaskan, BWI memprioritaskan peningkatan pemahaman atau literasi
wakaf. Setelah itu, gerakan pengumpulan wakaf. Kemudian, pengelolaan
wakaf secara produktif agar manfaatnya bisa lebih besar sehingga
penerima manfaat lebih banyak.
Nuh mencontohkan, BWI mengelola aset
tanah wakaf di wilayah Tanah Abang, Jakarta Pusat. Jika tanah tersebut
dikomersialisasikan, akan bermanfaat untuk membiayai masyarakat lebih
banyak.
Di samping itu, BWI tengah melakukan
sinergi dengan Bank Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Kementerian
Keuangan, dan Bappenas membahas pemanfaatan wakaf untuk menunjang
keuangan negara. "Kami mau integrasikan satu sistem keuangan negara
dengan BI, OJK, Kemenkeu dan Bappenas sedang merumuskan dari sisi syar'i
oke sehingga potensi wakaf bisa membantu keuangan negara," ujarnya.
Lembaga-lembaga tersebut antara lain
membahas mengenai instrumen-instrumen yang masuk dalam sistem keuangan
negara. Misalnya, surat berharga syariah (sukuk) dan lainnya.
Upaya lainnya, BWI mendorong para
pengelola wakaf (nazir) untuk terlibat dalam pembangunan nasional, salah
satunya dengan membeli sukuk. Menurut Nuh, saat ini sudah ada nazir
yang menginvestasikan dana wakaf pada instrumen sukuk. Para nazir
tersebut juga didorong untuk masuk ke pasar modal dengan membeli
saham-saham emiten syariah.
"Kami berhatap melalui perwakafan itu
para nazir membeli sukuk sehingga dengan demikian wakaf menjadi
instrumen sistem keuangan negara," katanya.
Di sisi lain, BWI terus berupaya
mengintegrasikan para nazir agar dapat bekerja sama dalam memanfaatkan
dana wakaf. Selama ini, lanjut Nuh, para nazir menjalankan proyek mereka
masing-masing. "Ide yang baru ini mau kami integrasikan sinergikan
ramai-ramai membangun proyek baru yang didanai dari wakaf yang dikelola
beberapa nazir," ungkapnya.
Dia mencontohkan, wilayah tertentu yang
belum memiliki rumah sakit bisa dibangun rumah sakit dari dana wakaf.
Begitu juga misalnya ada sekolah yang tidak layak maka dibangun kembali
dengan dana wakaf.
Dari sisi pemahaman masyarakat, Nuh
menilai masih dibutuhkan edukasi dan sosialisasi. Sebab, masyarakat
selama ini masih beranggapan wakaf hanya benda statis, seperti tanah,
masjid, dan permakaman. Padahal, wakaf bisa dinamis, misalnya wakaf
uang, wakaf kendaraan, sampai wakaf saham.
Bahkan, periode wakaf bukan hanya
permanen, melainkan bisa temporer. Misalnya, seseorang mewakafkan uang
sebesar Rp 10 juta dalam waktu lima tahun. Setelah lima tahun, uang
tersebut bisa diambil kembali.
Saat ini, jumlah aset wakaf berupa tanah
mencapai hampir 5 miliar hektare di seluruh Indonesia. "Semua orang
tahu potensi wakaf. Tapi potensi yang sangat besar tadi jika dilakukan
konversi menjadi kekuatan sangat dahsyat untuk meningkatkan
kesejahteraan," ujarnya.
Di sisi lain, Nuh menilai pentingnya
edukasi mengenai wakaf sejak dini. Karena itu, BWI menginisiasi Wakaf
Goes to Campus. Universitas Indonesia menjadi kampus pertama yang
disasar BWI. Kegiatan tersebut bertujuan menyosialisasikan wakaf kepada
mahasiswa dan masyarakat umum di wilayah Jabodetabek, serta meningkatkan
kesadaran dan minat wakaf.
Sementara itu, Rektor Univeraitas
Indonesia Muhammad Anis menyatakan, diperlukan komunikasi intensif demi
menjadikan wakaf untuk mengerakkan ekonomi sehingga menciptakan
kesejahteraan masyarakat.
Menurut dia, Wakaf Goes to Campus
tersebut bermanfaat untuk melihat potensi para civitas academica.
Kemajuan ekonomi tidak hanya membutuhkan kecerdasan, tetapi juga
kreativitas. "Kita memerlukan kreativitas sehingga bisa memanfatakan
sumber yang bisa dimanfaatkan untuk membangun Indonesia," kata Anis.
Anis menilai, Wakaf Goes to Campus sangat penting untuk meningkatkan literasi terhadap wakaf.
Sumber: Republika Online
Tidak ada komentar